A. Pidana Dalam UU Kesehatan
UU
nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memuat 12 Pasal yang
mengatur mengenai ketentuan pidana yaitu Pasal 190 sampai dengan Pasal 201.
Dilihat dari subjeknya ada tindak pidana yang subjeknya
khusus untuk subjek tertentu dan ada yang subjeknya setiap orang.
Tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh
subjek tertentu/khusus diatur dalam 190 yaitu tindak pidana hanya dapat
dilakukan khusus oleh Pimpinan fasilitas kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan
kesehatan.Tindak pidana yang bisa dilakukan oleh setiap orang diatur dalam
Pasal 191 sampai dengan Pasal 200.
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang
perseorangan dan korporasi.
Tindak pidana dalam UU Kesehatan,ditinjau dari
rumusannya dapat dibagi dua yaitu tindak pidana formil dan tindak pidana
materiil.
Tindak pidana formil dirumuskan sebagai wujud perbuatan
yang tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu (Wirjono
Prodjodikoro, Bandung 2003, hal36).
Tindak pidana materiil dirumuskan sebagai perbuatan yang
menyebabkan suatu akibat tertentu,tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu(Ibid,
hal 36).
Dalam praktek sering terjadi wujud perbuatan dan akibat yang
ditimbulkan dicantumkan dalam rumusan tindak pidana.
Tindak pidana materiil diatur dalam Pasal 190 ayat (2) dan Pasal
191.
Pasal selebihnya mengatur tindak pidana formil.
Ancaman pidana yang teringan adalah denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta-rupiah) dan yang terberat adalah paling
lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah)
B.
Tindak
pidana dalam UU Kesehatan , sebagai berikut.
1.
Tidak
memberi pertolongan pertama kepada pasien.
Pasal 190 ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.
Tanpa
izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional.
Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin
melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan
teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan
kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak
pidana materiil.
Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan
ancaman hukuaman yang tercantum dalam Pasal 190 ayat(2),meskipun keduanya
dapat mengakibatkan kematian.
3.
Memperjual
belikan organ atau jaringan tubuh.
Pasal 192 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
4.
Bedah
plastik dan rekonstruksi untuk mengubah identitas seseorang.
Selanjutnya Pasal 193 menentukan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah
identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
5.
Aborsi.
Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi
kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat dilakukan setelah
persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi.
Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan
tindak pidana.
Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan
denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
6.
Memperjual
belikan darah.
Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang. UU
menentukan bahwa pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan
darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk
tujuan komersial.
Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan
dalih apapun.
7.
Bagi
yang melanggar larangan tersebut diancam dengan pidana.
Pasal 195 menentukan setiap orang yang dengan sengaja memperjual
belikan darah dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
8.
Tindak
pidana kefarmasian dan/atau alat kesehatan.
UU menentukan tiga macam tindak pidana kefarmasian dan /atau
alat kesehatan. Masing masing diatur dalam Pasal 196,197 dan 198.
Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan
mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selanjutnya Pasal 197 menentukan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Kemudian Pasal 198 menentukan bahwa setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
9.
Memproduksi
atau memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI tanpa mencantumkan peringatan
kesehatan dan pelanggaran kawasan tanpa rokok.
Pasal 199 ayat (1) menentukan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI dengan tidak
mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat (2) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana
dengan pidana denda paling banyakRp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
10. Menghalangi program pemberian air susu ibu
eksklusif.
Kemudian Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
11. Dalam hal korporasi melakukan tindak pidana.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, menurut ketentuan Pasal 201, selain pidana penjara
dan denda terhadap pengurusnya,pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali daripada pidana denda
seagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196,
Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200.
Selain itu korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
- Pencabutan izin usaha; dan/atau
- Pencabutan status badan hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar