INTERAKSI GOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
1
PENDAHULUAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi
susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.
2.
PENGERTIAN
Obat-obatan
hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi sistem
saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang
memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat
memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan
tidur.
3.
PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan
kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan
sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1.
Benzodiazepin
2.
Barbiturat
3.
Golongan obat
nonbarbiturat-nonbenzodiazepin
3.1.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek
farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot
melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak
digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin
dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim
mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate
sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring
anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan
diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu
flumazenil.
Mekanisme
Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi
gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga
kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1
yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks
sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub
unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan
potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar
darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan,
distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam
lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada
cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi
nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan
oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi
proteksi jantung.
Efek Samping
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama
benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu.
Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut
jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati
pada pasien dengan penyakit paru kronis.
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi
ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi
napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis
benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh
obat
a.
Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan
struktur cincin yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat
ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali
lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat
disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek
sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan
pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin
tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan
terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut
dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam
asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding
propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke
sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar
midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang
pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak
ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek
daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua
dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan
lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi
yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding
diazepam.
b.
Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak
dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena
tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV
atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai
puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang
tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya
kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan
dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi
protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan
efek samping dari diazepam.
c.
Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya
berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam
lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan
efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati
menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama
yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat
enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding
midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
3.2.Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas
barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa
oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan
oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari
lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk
mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum.
Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan
protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini
akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate
yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme
hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan
kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai
jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi
oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari
penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi
barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson.
Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu,
karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita
usia lanjut.
3.3.Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1)
Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan
secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta
mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide.
Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan
secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara
dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan
penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30
detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan
obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan
kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada
tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena
yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat
di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme
Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan
tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap
memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA.
GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA
diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan
hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post
sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor
komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan
GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride
channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif
hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi
hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih
banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh
propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2)
Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan
disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal
dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol
dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada
dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor
N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain
termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal
kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan
etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga
dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi
netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil
sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi
sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang
memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat,
kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara
intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu
berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di
plasma.
3)
Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas
ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral.
Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi
tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan
efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku
otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada
pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
4.
INTERAKSI OBAT
Reaksi
obat , kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lainmisal etanol akan
meningkatkan efek depresinya. Antihistamin, isoniazid, metilfenidat, dan
penghambat MAO juga dapat menaikkan efefk depresi barbiturate.
Interaksi obat yang paling setring melibatkan
hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat
lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan
dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesic narkotik, antikonvulsi, fenotiazin
dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik.
Nama
Obat
|
Bentuk
Sediaan
|
Dosis
Dewasa (mg)
|
Amobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi,bubuk
|
30-50;
3x
|
Aprobarbital
|
Eliksir
|
40;
3x
|
Butabarbital
|
Kapsul,tablet,eliksir
|
15-30
; 3-4x
|
Pentobarbital
|
Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria
|
20
; 3-4x
|
Sekobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi
|
30-50
; 3-4x
|
Fenobarbital
|
Kapsul,tablet,
eliksir,injeksi
|
15-40
; 3x
|
Tabel.
Interaksi Obat
NO
|
Obat
A
|
Obat
B
|
Mekanisme
obat A
|
Mekanisme
obat B
|
Interaksi
Obat
|
Nama
Dagang
|
1
|
Barbiturat
|
alkohol
|
Bekerja
pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen
molekuler reseptor GABAA
|
Mengganggu
keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak karena penghambatan atau
penekanan saraf perangsangan
|
Alkohol
memperberat depresi SSP, memperberat hipotensi (pada pemakaian parenteral),
memperberat kelemahan otot (pemakaian parenteral)
|
Amobarbital
(AMYTAL), Aprobarbital (ALURATE), Butabarbital (BUTISOL),
Mefobarbital
(MEBARAL)
|
2
|
Benzodiazepin
|
Disulfiram
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Disulfiram
menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan
kadar benzodiazepin dalam darah.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
|
3
|
Benzodiazepin
|
Simetidin
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Menghambat
reseptor H2 secara selektif dan reversible sehingga menghambat
sekresi asam lambung.
|
Simetidin
menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan
kadar benzodiazepin dalam darah.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
4
|
Benzodiazepin
|
Valproat
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Meningkatkan
kadar GABA dalam otak
|
Valproat
menurunkan glukuronidasi benzodiazepine yang secara utama dimetabolisme
konjugasi glukuronida sehingga meningkatkan efek benzodiazepin.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
5
|
Fenobarbital
|
Asam
Valproat
|
Bekerja
pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen
molekuler reseptor GABAA
|
Meningkatkan
kadar GABA dalam otak
|
Asam
Valproat meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadinya penghambatan hidroksilasi
fenobarbital.
|
Asam
Valproat (Depakene, Ikalep), Fenobarbital (BELLAPHEEN, PHENTAL, PIPTAL
PDIATRIC, SIBITAL
|
5. KESIMPULAN
Obat-obatan hipnotik sedative terbagi menjadi 3 jenis yakni
golongan benzodiazepine, barbiturate, dan bukan keduanya. Obat golongan
benzodiazepine bekerja pada reseptor GABA. Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi GABA sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat
dieksitasi. Contoh preparat benzodiazepine antara lain midazolam, alprazolam,
diazepam, clobazam.
Obat-obatan barbiturate bekerja pada neurotransmitter penghambat GABA pada
sistem saraf pusat. Aktifasi reseptor ini meningkatkan konduktase klorida
transmembran, sehingga terjadi hiperpolarisasi membrane sel post sinapa. Contoh
obat=-obatan golongan barbiturate antara lain thiopental dan Phenobarbital.
Beberapa obat lain yang bukan jenis barbiturate dan
benzodiazepine yang sering digunakan sebagai obat sedasi dan hiipnotik antara
lain : propofol, ketamin, dekstromethorpan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar